ACARA VI
PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING
A. TUJUAN
1.
Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk mengukur dan mengamati proses sortasi dan grading
bahan hasil pertanian (BHP).
2.
Melakukan
perhitungan kualitas dan variabel kualitas untuk mengkaji kelas kualitas (grade), kerusakan yang tampak (visiabel), kerusakan tidak tampak (invisible damager), bahan asing (foreign materials), keretakan (sound grain and crack).
B. DASAR
TEORI
1.
Pembersihan
Pembersihan
dalam penanganan bahan hasil pertanian adalah mengeluarkan/ memindahkan benda
asing (kotoran) dan bahan-bahan hasil pertanian yang tidak diinginkan dari
bahan utama (produk yang diinginkan). Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang menempel pada hasil pertanian. Kebersihan sangat
mempengaruhi kenampakan. Oleh karena itu sebelum dipasarkan, hasil pertanian
sering dianggap sebagai sumber kontaminasi karena kotoran dapat mengandung
mikrooraganisme yang dapat merusak hasil panen.
Jenis kotoran
pada bahan hasil pertanian, berdasarkan wujudnya dapat dikemlompokkan menjadi:
a.
Kotoran
Berupa Tanah
Kotoran ini biasanya merupakan
kotoran hasil ikutan yang menempel pada bahan hasil pertanian pada saat bahan
dipanen. Kotoran ini dapat berupa: tanah, debu, dan pasir. Tanah merupakan
media yang baik sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme yang
dapat menagkontaminasi bahan hasil pertanian. Adanya tanah pada bahan hasil
pertanian kadang-kadang sukar dihindarkan, karena beberapa hasil pertanian
terdapat di dalam tanah, seperti umbi-umbian.
b.
Kotoran
Berupa Sisa Pemungutan Hasil
Kotoran jenis ini meliputi
kotoran-kotoran sisa pemunguntan hasil tanaman yaitu bagian tanaman yang bukan
bagian yang dipanen, antara lain berupa: dahan, ranting, biji, kulit.
c.
Kotoran
Berupa Benda-Benda Asing
Andanya kotoran yang berupa
benda-benda asing seperti: unsur logam akan memberi kesan ceroboh dalam
penanganan hasil panen.
d.
Kotoran
berupa serangga atau kotoran biologis lain
Adanya kotoran yang berupa
serangga seperti kecoa dan kotoran biologis lainnya yang tercampur dengan bahan
hasil pertanian dapat membawa bibit penyakit seperti kolera, tipus, desentri
dan lain-lain.
e.
Kotoran
berupa sisa bahan kimia
Kotoran berupa sisa bahan kimia
dapat berasal antara lain dari obat-obatan pestisida dan pupuk. Kotoran ini di
samping mengganggu penampakan hasil panen juga dapat menyebabkan keracunan pada
konsumen. Pada konsentrasi yang cukup tinggi, bahan kimia dapat menyebabkan
keracunan secara langsung. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah, dan bila
terus menerus akan tertimbun dalam tubuh dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan. Secara umum pembersihan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1)
Dry method yang diantaranya meliputi:
a)
Penyaringan
(screening)
b)
Pemungutan
dengan tangan (hand picking)
2)
Wet method yang diantarannya meliputi:
a)
Perendamam (soaking)
b)
Water sprays
c)
Rotary drum
d)
Brush washer
e)
Shuffle of shaker washer
2.
Sortasi
Sortasi
adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi kualitas
berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis,
tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa ketengikan)
dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba dan daya
tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian).
Ada
dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi basah
dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini untuk memisahkan
kotorann-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya dari
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, maka bahan-bahan asing
seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang. Hal tersebut dikarenakan tanah merupakan
salah satu sumber mikrobia yang potensial. Sehingga, pembersihan tanah dapat
mengurangi kontaminasi mikroba pada bahan obat. Sedangkan sortasi kering pada
dsarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering. Sortasi dapat
dilakukan dengan atau secara mekanik.
a.
Tujuan
sortasi
1)
Untuk
memperoleh simplisia yang dikehendaki, baik kemurnian maupun kebersihan (Widyastuti,
(1997).
2)
Memilih dan
memisahkan simplisia yang baik dan tidak cacat
3)
Memisahkan
bahan yang masih baik dengan bahan yang rusak akibat kesalahan panen atau
serangan patogen, serta kotoran berupa bahan asing yang mencemari tanaman obat (Santoso, 1997).
b.
Bahan
yangdapat disortasi
Semua
simplisia baik berupa daun, batang, rimpang, korteks, buah, akar, biji, dan
bunga.
c.
Batasan
yang disortasi
Pada
dasarnya, penyortiran bahan tanaman obat dilakukan sesuai dengan jenis
simplisia yang akan digunakan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan terhadap
setiap jenis simplisia berbeda. Berikut ini adalah beberapa contoh batasan
penyortiran terhadap beberapa simplisia:
1)
Simplisia
daun
Yang diambil adalah
daun yang berwarna hijau muda sampai tua. Yang dibuang adalah daun yang
berwarna kuning atau kecoklatan.
2)
Simplisia
bunga
Misal pada
simplisia bunga srigading, yang dibuang adalah tangkai bunga dan daun yang
terikut saat panen (Widyastuti, 1997).
3)
Simplisia
Misal pada daun
kopi, sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak,
bernas, seragam) dari biah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan
terserang hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil
harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas. Pada simplisia buah Adas,
buah yang sudah kering dipisahkan dari tangkainya dengan cara memukul batang
atau tangkai buah sehingga buah adas lepas (Widyastuti, 1997).
4)
Simplisia
rimpang
Biasanya, pada
simplisia rimpang seringkali jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau
besar, sehingga harus dibuang.
d.
Peraturan
sortasi
Menurut
WHO Guidelines on Good Agricultural and
Collection Practice (GACP) for
madicinal plants:
1)
Pemeriksaan
visual terhadap kontaminan yang berupa bagian-bagian tanaman yang tidak
dikehendaki/digunakan.
2)
Pemeriksaan
visual terhadap materi asing.
3)
Evaluasi
organoleptik,meliputi: penampilan, penampilan, kerusakan, ukuran, warna, bau,
dan mungkin rasa.
3.
Grading
Granding
adalah proses pemilihan bahan berdasarkan permintaan konsumen atau berdasarkan
nilai komersilnya. Sortasi dan grading berkait erat dengan tingkat selera
konsumen suatu produk atau segmen pasar yang akan dituju dalam pemasaran suatu
produk. Terlebih apabila yang akan dituju adalah segmen pasar tingkat menengah
ke atas dan atau segmen pasar luar negeri. Kegiatan sortasi dan grading sangat
menentukan apakah suatu produk laku dipasar atau tidak.
Pada
kegiatan grading, penentuan mutu hasil panen biasanya didasarkan pada
kebersihan produk, aspek kesehatan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kematangan,
kesegaran, ada atau tidak adanya serangan/kerusakan oleh penyakit, adanya
kerusakan oleh serangga, dan luka/lecet oleh faktor mekanis. Pada buah budidaya
tanaman, penyortiran produk hasil panenan dilakuakn secara manual atau
menggunakan mesin penyortiran. Grading secara manual memerlukan tenaga
yangtrampil dan terlatih, dan bila hasil panen dalam jumlah besar akan
memerlukan lebih banyak tenaga kerja.
C. ALAT
DAN BAHAN
1.
Wadah
plastik
2.
Moisture
tester
3.
Timbangan
4.
Gabah
5.
Beras
6.
Kedelai
D. CARA
KERJA
1.
Menimbang
massa gabah, beras dan kedelai masing-masing 500 gram.
2.
Mengukur
kdar air gabah, beras dan kedelai menggunakan moisture tester.
3.
Melakukan
penyortiran terhadap butir utuh,butir patah, butir menir, butir hijau mengapur,
butir kuning/rusak, benda asing, dan butir gabah, beras dan kedelai yang
dilakukan manual dengan tangan
4.
Menghitung
derajat sosoh
5.
Menghitung
persentase gabah, beras dan kedelai yang hilang.
E. HASIL
PENGAMATAN
Sampel gabah
No
|
Karakteristik
|
Bobot (gram)
|
% hasil
praktikum
|
% SNI 01.0224-1987
|
||
I
|
II
|
III
|
||||
1
|
Kadar air (maks)
|
14
|
13,5
|
14
|
14
|
14
|
2
|
Gabah hampa (maks)
|
31,37
|
7,5
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Butir rusak + butir kuning
(maks)
|
-
|
-
|
2
|
5
|
7
|
4
|
Butir mengapur + gabah muda
(maks)
|
2,48
|
1,8
|
1
|
5
|
10
|
5
|
Gabah merah (maks)
|
1,67
|
1,1
|
1
|
2
|
4
|
6
|
Benda asing (maks)
|
0,2
|
0,5
|
-
|
0,5
|
1
|
7
|
Gabah varaietas lain(maks)
|
0,21
|
0,5
|
2
|
5
|
10
|
Total
|
49,93
|
24,9
|
|
|
|
Sampel beras
No
|
Karakteristik
|
Bobot (gram)
|
% hasil praktikum
|
% SNI 01.0224-1987
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
||||
1
|
Derajat sosoh
|
17,16
|
99,29
|
100
|
100
|
100
|
95
|
95
|
2
|
Kadar air (maks)
|
5
|
15
|
14
|
14
|
14
|
14
|
19
|
3
|
Butir utuh (8/10-10/10) maks
|
167,54
|
60,56
|
60
|
50
|
40
|
35
|
35
|
4
|
Butir patah (2/10-6/10) maks
|
32,44
|
13,69
|
0
|
5
|
15
|
25
|
35
|
5
|
Butir Menir (≤ 2/10) maks
|
75,26
|
3,86
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
6
|
Butir hijau/mengapur (maks)
|
0
|
0,00
|
0
|
0
|
1
|
3
|
5
|
7
|
Butir kuning/rusak (maks)
|
0
|
0,00
|
0
|
0
|
1
|
3
|
5
|
8
|
Benda asing (maks)
|
0,94
|
0,02
|
0
|
0
|
0,02
|
0,05
|
0,2
|
9
|
Butir gabah (maks)
|
1,09
|
0,23
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
10
|
Campuran varietas lain (maks)
|
0
|
0,00
|
5
|
5
|
5
|
10
|
10
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
|
Sampel kedelai
No
|
Karakteristik
|
Bobot (gram)
|
% hasil praktikum
|
% SNI 01.0224-1987
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||||
1
|
Kadar air (maks)
|
|
14,07
|
13
|
14
|
14
|
16
|
2
|
Butir belah (maks)
|
33,35
|
6,67
|
1
|
2
|
3
|
5
|
3
|
Butir rusak (maks)
|
27,3
|
5,46
|
1
|
2
|
3
|
5
|
4
|
Butir warna lain (maks)
|
4,0
|
0,8
|
1
|
3
|
5
|
10
|
5
|
Butir keriput (maks)
|
14,2
|
2,84
|
0
|
1
|
2
|
3
|
6
|
kotoran (maks)
|
2,8
|
0,56
|
0
|
1
|
3
|
5
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
F. PEMBAHASAN
1.
Gabah
Perhitungan:
·
Kadar
air
Kadar
air = 13,5 %
·
Gabah
hampa (maks)
Gabah hampa
|
=
|
Berat gabah hampa x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
31,37 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
31,37%
|
|
|
|
·
Gabah
rusak + butir kuning (maks)
Gabah rusak + butir kuning (maks)
|
=
|
Berat gabah rusak x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,00 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,00%
|
|
|
|
·
Butir mengapur + gabah muda (maks)
Butir mengapur + gabah muda (maks)
|
=
|
Berat butir
mengapur/gabah muda x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
2,48 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
2,48 %
|
|
|
|
·
Gabah
merah (maks)
Gabah merah (maks)
|
=
|
Berat gabah merah x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
1,67 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
1,67 %
|
|
|
|
·
Benda
asing (maks)
Benda asing
|
=
|
Benda asing x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,2 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,2 %
|
|
|
|
·
Gabah
varietas lain (maks)
Gabah varietas lain
|
=
|
Berat varietas lain
x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,21 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,21 %
|
|
|
|
Gabah adalah bulir padi. Biasanya mengacu
pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Asal kata
"gabah" dari bahasa Jawa gabah. Dalam perdagangan komoditas,
gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi
karena perdagangan padi dalam partai besar dilakukan dalam bentuk gabah.
Terdapat definisi teknis perdagangan untuk gabah, yaitu hasil tanaman padi
yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan cara perontokan.
Percobaan mengenai sortasi gabah dapat dilihat
dari tabel yang menunjukkan bahwa kadar air gabah mencapai 13,5% yang berarti bahwa
gabah tersebut memenuhi standar SNI III yang kadar airnya minimal sebesar 14%. Sedangkan
gabah hampa hasil yang diperoleh yaitu 7,5%, hal ini menunjukan bahwa gabah
hampa tidak masuk dalam standar SNI III karena mutu minimal Standar SNI III
yaitu 3%. Untuk Butir rusak gabar dan butir kuning gabah dapat dimasukan pada SNI III karena dari
praktikum hasil yang diperoleh 0,00% sehingga dapat memenuhi mutu standar SNI
III yaitu 7%.
Butir
mengapur dan gabah muda yang didapatkan dari hasil praktikum mencapai 1,8% hal
ini menunjukan bahwa butir mengapur dan gabah muda termasuk dalam mutu minimal
standar SNI III yaitu 10%. Selanjutnya
adalah gabah merah, dari hasil praktikum gabah merah mendapatkan hasil 1,1%
yang termasuk juga dalam mutu standar SNI III dengan nilai 4%. Kemudian gabah
varietas lain termasuk juga dalam standar SNI III dengan hasil 0,5% padahal
mutu standar SNI III yaitu 10%.
Dari percobaan tersebut, hasil yang diperoleh
bahwa gabah yang diamati termasuk dalam mutu standar SNI III, walaupun gabah
hampa yang didapatkan memiliki nilai percobaan yang tinggi namun masih dapat
ditutupi dengan berbgai standar mutu yang lain, sehingga gabah tersebut
dinyatakan masuk dalam standar SNI III.
2.
Beras
Perhitungan:
·
Derajat
sosoh
Derajat sosoh
|
=
|
Massa beras (sampel
100g) – (0,69+0,07+0,00+0,00) x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
100 – 0,71 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
99,29 - 100 %
|
|
|
100
|
|
=
|
99,29 %
|
·
Kadar
air
Kadar
air = 15 %
·
Butir
utuh (8/10-10/10) maks
Butir utuh
|
=
|
Berat butir utuh x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
167,54 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
167,54%
|
·
Butir
patah (2/10-6/10) maks
Butir patah
|
=
|
Berat beras patah x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
32,44 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
32,44%
|
·
Butir
Menir (≤ 2/10) maks
Butir menir
|
=
|
Berat butir menir x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
75,26 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
75,26 %
|
·
Butir hijau/mengapur (maks)
Butir hijau/mengapur
|
=
|
Berat butir
hijau/mengapur x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,00 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,00 %
|
·
Butir kuning/rusak (maks)
Butir kuning/rusak
|
=
|
Berat butir kuning/rusak
x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,00 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,00 %
|
·
Benda
asing (maks)
Benda asing
|
=
|
Bendan asing x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,94 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,94 %
|
·
Butir
gabah (maks)
Butir gabah
|
=
|
Berat Benda butir
gabah x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
1,09 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
1,09 %
|
·
Butir
Campuran varietas lain (maks)
Butir campuran
varietas lain
|
=
|
Berat butiran lain x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
0,00 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
0,00 %
|
Percobaan mengenai sortasi beras dapat dilihat
dari tabel yang menunjukkan bahwa butir utuh beras yang di uji hanya 60,56%
yang berarti bahwa beras tersebut tidak memenuhi standar SNI yang butir utuhnya
minimal sebesar 73%. Namun kadar air beras pada hasil praktikum memenuhi
standar SNI V, sehingga butir utuh beras dapat dimasukan pada SNI V karena
kadar air minimal SNI V 19% sedangkan hasil praktikum sebesar 15%. Selanjutnya adalah sortasi butir
patah, beras patah adalah butir beras yang berukuran kurang dari ¾ panjang rata-rata beras utuh pada umumnya. Dari
percobaan menghasilkan persentase sebesar 13,69%, hal ini juga
tidak menunjukkan bahwa beras tersebut termasuk dalam standar SNI karena butir
patah pada beras SNI V adalah sebesar maksimal 35%.
Menir adalah butir beras yang berukuran kurang
dari ¼ panjang rata-rata beras utuh
dan kurang dari 2/10mm. Sortasi butir menir beras menunjukkan persentase
sebesar 3,86%, padahal standar SNI V hanya maksimal 3% saja. Namun kadar
air beras telah mlewati standar SNI V sehingga butir beras dapat dimasukan pada
kriteria SNI.
Butir beras mengapur adalah bila separuh lebih
dari beras berwarna putih keruh seperti kapur. Butir hijau mengapur diperoleh
hasil sebesar 0,00%, hal ini menunjukan bahwa butir beras mengapur/hijau memenuhi
standar SNI V karena standar butir hijau mengapur pada SNI V maksimal 5%,
tetapi pada praktikum tersebut tidak mendapatkan butir hiaju/mengapur.
Beras menguning adalah butir beras dimana lebih
dari separuhnya berwarna kekuningan atau kecoklatan. Untuk butir
kuning atau rusak diperoleh sebesar 0,00 % saja yang berarti memenuhi standar
SNI V yaitu maksimal 5%.
Namun untuk Benda asing yang ditemukan pada
praktikum ini sebesar 0,02% saja yang berarti memenuhi standar SNI V yaitu
maksimal 0,2%. Untuk butir gabah masih temasuk juga memenuhi standar SNI V
maksimal 3% sedangkan hasil yang diperoleh 0,23% hal ini bisa saja dalam
pembersihan beras setelah panen dilakukan dengan kurang baik sehingga beras
tersebut terdapat kotoran benda asing dan butir gabah. Yang dikategorikan
dengan benda asing adalah serangga, tangkai, kerikil, daun, pasir, tanah
kering, dan sebagainya. Pada saat praktikum sortasi beras dengan parameter
benda asing tidak ditemukan sama sekali baik pada beras. Hal ini menunjukan
bahwa kedua sample beras memenuhi persyaratan dari grade mutu V pada
SNI No. 01-6128-1999.
3.
Kedelai
Perhitungan:
·
Kadar
air
Kadar
air = 14,07 %
·
Butir
belah (maks)
Butir belah
|
=
|
Berat butir belah x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
33,35 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
33,35%
|
|
|
|
·
Gabah
rusak (maks)
Gabah rusak (maks)
|
=
|
Berat rusak x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
27,3 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
27,3%
|
|
|
|
·
Butir
warna lain (maks)
Butir warna lain
|
=
|
Berat butir lain x
100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
4,0 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
4,0 %
|
|
|
|
·
Butir
keriput (maks)
Butir keriput
|
=
|
Berat butir keriput
x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
14,2 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
14,2 %
|
|
|
|
·
Kotoran
(maks)
Kotoran
|
=
|
Berat kotoran x 100%
|
|
|
Berat contoh
|
|
=
|
2,8 x 100%
|
|
|
100
|
|
=
|
2,8 %
|
|
|
|
Kedelai adalah hasil tanaman kedelai (glycine max - merr) berupa biji kering
yang telah dilepaskan dari kulit polong dan dibersihkan. Jenis kedelai dibagi
menjadi 4 yaitu kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai hijau dan kedeali
campuran.
Percobaan mengenai sortasi kedelai dapat dilihat
dari tabel yang menunjukkan bahwa kada air gabah mencapai 14,7% yang berarti bahwa
kedelai tersebut memenuhi standar SNI IV yang kadar airnya minimal sebesar 14%.
Sedangkan butir belah hasil yang diperoleh yaitu 6,67%, hal ini menunjukan
bahwa gabah hampa tidak masuk dalam standar SNI IV karena mutu minimal Standar
SNI IV yaitu 5%. Untuk Butir rusak kedelai tidak dapat dimasukan pada SNI IV karena dari
praktikum hasil yang diperoleh 5,46% sedangkan mutu standar SNI IV yaitu 5%.
Butir
warna lain yang didapatkan dari hasil praktikum mencapai 0,8% hal ini
menunjukan bahwa butir warna lain termasuk dalam mutu minimal standar SNI IV
yaitu 10%. Butir keriput dari hasil
praktikum mendapatkan hasil 2,84% termasuk juga dalam mutu standar SNI IV
dengan nilai 3%. Kemudian kotoran termasuk juga dalam standar SNI IV dengan
hasil 0,56% padahal mutu standar SNI IV yaitu 5%.
Dari percobaan tersebut, hasil yang diperoleh
bahwa kedelai yang diamati termasuk dalam mutu standar SNI IV, walaupun butir
belah yang didapatkan memiliki nilai percobaan yang tinggi namun masih dapat
ditutupi dengan berbagai standar mutu yang lain, sehingga kedelai tersebut
dinyatakan masuk dalam standar SNI IV.
Sortasi dan grading merupakan hal penting dalam
pengelolaan lebih lanjut terhadap bahan hasil pertanian. Karena sortasi dan
grading akan menentukan nilai jual terhadap sebuah komoditas pertanian.
Maka dari itu sortasi dan grading perludilakukan dengan tepat dan teliti
agar hasil dari komoditas tersebut dapat memilikinilai jual yang tinggi
serta sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
G. KESIMPULAN
Dari percobaan mengenai sortasi dan grading
suatu bahan pertanian dapat diambil kesimpulan yaitu :
1.
Dengan
mengukur dan mengamati proses sortasi dan grading bahan hasil pertanian (BHP)
diketahui bahwa gabah masuk dalam grade III, beras masuk dalam grade V dan
kedelai masuk dalam grade IV.
2.
Dengan
melakukan perhitungan kualitas variabel kualitas untuk mengkaji kelas kualitas
(grade), kerusakan yang tampak (visiabel), kerusakan tidak tampak (invisible damager), bahan asing (foreign materials), keretakan (sound grain and crack) pada sampel
gabah, beras dan kedelai didapatkan hasil yang termasuk dalam mutu minimal
standar SNI.
H. DAFTAR
PUSTAKA
Bertha,
Julisti. 2009. “Grading Gabah dan Beras”. Diakses dari
www.btagallery.com pada
tanggal 04 April 2015.
Wikipedia.
2014. “Gabah”. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gabah
Sisikhana.
2008. “Sortasi dan Pengecilan Ukuran Partikel”. Diakses melalui
www.blogspot.com pada tanggal
05 April 2015.
STPP.
2015. Petunjuk Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Pertanian.
Yogyakarta.
alay tai
BalasHapus